
veriteblog.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Wahyu ditangkap di atas pesawat saat hendak terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bangka Belitung. Dalam OTT tersebut, KPK juga menangkap kader PDIP, Saeful Bahri, yang diduga sebagai perantara suap. Suap tersebut terkait dengan upaya menggantikan caleg PDIP Riezky Aprilia dengan Harun Masiku melalui mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW) di DPR RI.
Wahyu Setiawan didakwa menerima suap sebesar SGD 57.350 (sekitar Rp600 juta) dari Saeful Bahri dan Harun Masiku. Suap tersebut diberikan agar Wahyu menyetujui PAW yang menguntungkan Harun Masiku. Selain itu, Wahyu juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa M Thamrin Payapo, terkait seleksi calon anggota KPUD Papua Barat.
Pada Agustus 2020, Wahyu divonis 6 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan. Namun, dalam proses banding dan kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukuman menjadi 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta, serta mencabut hak politik Wahyu selama 5 tahun.
Kasus ini juga menyeret nama Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, yang diduga memberikan suap kepada Wahyu. Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap PAW Harun Masiku dan diduga terlibat dalam upaya menghalangi penyidikan dengan meminta Harun untuk merendam ponselnya dan membungkam saksi-saksi.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan lembaga penyelenggara pemilu dan partai politik besar, serta menunjukkan pentingnya integritas dalam proses demokrasi di Indonesia.