
veriteblog.com – Dunia hukum Indonesia kembali diguncang dengan pengakuan mengejutkan dari seorang makelar kasus (markus) bernama Zarof. Dalam sebuah penyelidikan intensif, Zarof mengakui telah menerima aliran dana fantastis sebesar Rp 200 miliar dari hasil mengurus berbagai perkara hukum. Fakta ini menambah panjang daftar kasus mafia peradilan yang semakin meresahkan publik.
Pengakuan Mengejutkan Zarof
Zarof, yang dikenal di kalangan internal sebagai “perantara licin”, buka suara dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kesaksiannya, Zarof menyebut bahwa uang sebesar Rp 200 miliar itu dikumpulkan selama lima tahun terakhir. Ia menjadi perantara antara pihak-pihak yang ingin “mengamankan” perkara hukum dengan oknum aparat penegak hukum.
“Saya hanya menjalankan permintaan klien. Mereka minta hasil tertentu, saya bantu fasilitasi,” ungkap Zarof saat diperiksa, seperti dikutip dari sumber internal.
Pengakuan ini tentu memicu perhatian besar, mengingat nilai uang yang sangat besar dan skema perantara yang melibatkan jaringan luas di dalam institusi penegak hukum.
Skema Urus Perkara dan Aliran Dana
Dari hasil penyelidikan awal, diketahui bahwa skema yang dijalankan oleh Zarof melibatkan sejumlah oknum dari berbagai institusi, termasuk kejaksaan, kepolisian, dan bahkan hakim. Dalam beberapa kasus, Zarof diminta untuk “mengamankan” hasil putusan, menunda penahanan, atau mempercepat proses hukum tertentu.
Dana yang diterima Zarof dikumpulkan dalam bentuk tunai dan transfer bank melalui sejumlah rekening perantara. Menurut sumber di KPK, aliran dana ini sedang ditelusuri melalui audit forensik dan pelacakan aset yang melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Respons Publik dan Pemerintah
Kasus ini memantik reaksi keras dari berbagai kalangan. Banyak pihak mendesak agar penegak hukum tidak berhenti pada Zarof saja, tetapi juga menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat.
Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), Andi Hermawan, menyatakan bahwa pengakuan Zarof hanya puncak dari gunung es. “Kita harus bongkar jaringan mafia hukum ini sampai ke akar. Jangan sampai publik kehilangan kepercayaan pada sistem peradilan,” tegasnya.
Sementara itu, pihak KPK menyatakan akan mengembangkan kasus ini dan tak segan memproses semua pihak yang terlibat. “Kami sudah kantongi sejumlah nama,” kata juru bicara KPK dalam konferensi pers.
Dampak terhadap Dunia Hukum
Pengakuan ini menegaskan bahwa praktik makelar kasus masih menjadi ancaman serius bagi integritas hukum di Indonesia. Selain merugikan pencari keadilan, fenomena ini juga memperburuk citra lembaga peradilan di mata masyarakat.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Prof. Yusril Halim, menegaskan perlunya reformasi struktural dan peningkatan pengawasan internal. “Transparansi dan digitalisasi proses hukum harus dipercepat agar celah makelar seperti Zarof tidak terus tumbuh subur,” ujarnya.
Kesimpulan
Kasus Zarof membuka mata publik bahwa praktik mafia hukum masih tumbuh di balik ruang sidang. Dengan nilai transaksi fantastis mencapai Rp 200 miliar, kasus ini harus menjadi momentum reformasi serius dalam sistem peradilan. Penegakan hukum yang bersih, transparan, dan akuntabel menjadi harga mati untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.